Tahukah Anda Saat sedih ditinggal kerabat dekat, setiap orang punya cara yang berbeda untuk mengekspresikannya. Bagi orang suku Dani mereka akan memotong satu ruas jari atau daun telinga. Bagaimana rasanya ya?
Malam itu di unila(dapur) kampung Obia yang merupakan salah satu perkampungan suku Dani, saya bertemu dengan Yosina Logo, seorang perempuan suku Dani yang merupakan istri pertama dari kepala suku di kampung itu. Tidak ada yang tahu pasti usia wanita yang matanya telah rabun akibat katarak ini, pun dirinya sendiri.
Dia yang tengah duduk sendiri menyodorkan tangan untuk bersalaman, senyumnya merekah saat kedua tangan kami saling berjabat. Tubuhnya yang hanya mengenakan jokal, anyaman kulit pohon yang membentuk rok, seakan telah terbiasa dengan suhu dingin di Lembah Baliem.
Pembicaraan kami yang dibantu oleh Sakeus Dabi sebagai penerjemah, menjelajah mulai dari kisah hidupnya sebagai istri kepala suku hingga kebanggaannya akan lahan serta babi-babi peliharaannya. Saya tak mengerti satu pun kalimat dalam bahasa Dani, tapi keterbukaan serta semangat Yosina saat bercerita melintas jauh batasan bahasa. Mampu membuat saya ikut merasakan dan tersenyum saat mendengar ceritanya.
Perbincangan kami semakin larut dari satu topik ke topik lainnya. Hingga akhirnya dia bercerita akan sebuah tradisi kuno dari masyarakat suku Dani yang cukup membuat saya bergidik. Iki Palek, sebuah tradisi memotong ruas jari sebagai tanda berkabung.
Diterangi cahaya senter dan bara api sisa makan malamnya, Yosina menunjukkan kepada saya kedua belah tangannya. Keempat ruas jari di tangan kirinya telah berkurang menyisakan satu ibu jari yang masih utuh. Ruas jari tangan kanan Yosina juga telah berkurang.
ââ?¬Å?Ruas jari saya dipotong saat orang tua dan kerabat dekat saya meninggal,ââ?¬Â? ujar Sakeus Dabi yang mengutip dan menerjemahkan perkataan Yosina.
Dengan semangat, Yosina kemudian menjelaskan kepada siapa saja ruas jarinya dikorbankan, mulai dari orang tua, saudara, kakek maupun neneknya. Iki palek menjadi sebuah tradisi kuno yang dilakukan para wanita suku Dani sebagai tanda duka cita.
Ruas jari mereka akan dipotong dengan kampak batu oleh orang terdekat. Bagi Yosina, sang suami yang juga kepala suku-lah yang mendapat kehormatan untuk memotong ruas jarinya. Setelah dipotong, ruas jari akan dibaluri obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan lukanya.
Walau ruas jarinya telah berkurang, ini tidak membuat Yosina mengalami keterbatasan dalam aktivitas. Di usianya yang telah senja, dia tetap semangat mengolah kebun untuk menanam ubi serta keladi bagi konsumsi keluarga serta babi-babinya.
Rupanya pengorbanan dan tanda belasungkawa ala suku Dani bukan hanya Iki Palek saja. Yosina membalik tubuh dan menunjukkan daun telinga kanannya yang sebagian kecil telah terpotong. Kembali lagi saya dibuat bergidik oleh tradisi lain yang mereka sebut sebagai Nasu Palek ini.
Mungkin bagi orang luar, hal ini tampaknya sangat esktrem. Tapi bagi orang Dani, ini adalah bentuk penghormatan dan tanda belasungkawa yang terdalam. Kesedihan akan kehilangan mungkin hanya dapat ditutupi oleh luka, berharap waktu dapat menyembuhkan keduanya.
Seiring zaman, tradisi ini telah ditinggalkan dan tidak lagi dipraktekkan. Tapi kita masih dapat menemui wanita suku Dani yang pernah menjalani ritual ini. Yosina Logo adalah salah satunya.
Malam itu di unila(dapur) kampung Obia yang merupakan salah satu perkampungan suku Dani, saya bertemu dengan Yosina Logo, seorang perempuan suku Dani yang merupakan istri pertama dari kepala suku di kampung itu. Tidak ada yang tahu pasti usia wanita yang matanya telah rabun akibat katarak ini, pun dirinya sendiri.
Dia yang tengah duduk sendiri menyodorkan tangan untuk bersalaman, senyumnya merekah saat kedua tangan kami saling berjabat. Tubuhnya yang hanya mengenakan jokal, anyaman kulit pohon yang membentuk rok, seakan telah terbiasa dengan suhu dingin di Lembah Baliem.
Pembicaraan kami yang dibantu oleh Sakeus Dabi sebagai penerjemah, menjelajah mulai dari kisah hidupnya sebagai istri kepala suku hingga kebanggaannya akan lahan serta babi-babi peliharaannya. Saya tak mengerti satu pun kalimat dalam bahasa Dani, tapi keterbukaan serta semangat Yosina saat bercerita melintas jauh batasan bahasa. Mampu membuat saya ikut merasakan dan tersenyum saat mendengar ceritanya.
Perbincangan kami semakin larut dari satu topik ke topik lainnya. Hingga akhirnya dia bercerita akan sebuah tradisi kuno dari masyarakat suku Dani yang cukup membuat saya bergidik. Iki Palek, sebuah tradisi memotong ruas jari sebagai tanda berkabung.
Diterangi cahaya senter dan bara api sisa makan malamnya, Yosina menunjukkan kepada saya kedua belah tangannya. Keempat ruas jari di tangan kirinya telah berkurang menyisakan satu ibu jari yang masih utuh. Ruas jari tangan kanan Yosina juga telah berkurang.
ââ?¬Å?Ruas jari saya dipotong saat orang tua dan kerabat dekat saya meninggal,ââ?¬Â? ujar Sakeus Dabi yang mengutip dan menerjemahkan perkataan Yosina.
Dengan semangat, Yosina kemudian menjelaskan kepada siapa saja ruas jarinya dikorbankan, mulai dari orang tua, saudara, kakek maupun neneknya. Iki palek menjadi sebuah tradisi kuno yang dilakukan para wanita suku Dani sebagai tanda duka cita.
Ruas jari mereka akan dipotong dengan kampak batu oleh orang terdekat. Bagi Yosina, sang suami yang juga kepala suku-lah yang mendapat kehormatan untuk memotong ruas jarinya. Setelah dipotong, ruas jari akan dibaluri obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan lukanya.
Walau ruas jarinya telah berkurang, ini tidak membuat Yosina mengalami keterbatasan dalam aktivitas. Di usianya yang telah senja, dia tetap semangat mengolah kebun untuk menanam ubi serta keladi bagi konsumsi keluarga serta babi-babinya.
Rupanya pengorbanan dan tanda belasungkawa ala suku Dani bukan hanya Iki Palek saja. Yosina membalik tubuh dan menunjukkan daun telinga kanannya yang sebagian kecil telah terpotong. Kembali lagi saya dibuat bergidik oleh tradisi lain yang mereka sebut sebagai Nasu Palek ini.
Mungkin bagi orang luar, hal ini tampaknya sangat esktrem. Tapi bagi orang Dani, ini adalah bentuk penghormatan dan tanda belasungkawa yang terdalam. Kesedihan akan kehilangan mungkin hanya dapat ditutupi oleh luka, berharap waktu dapat menyembuhkan keduanya.
Seiring zaman, tradisi ini telah ditinggalkan dan tidak lagi dipraktekkan. Tapi kita masih dapat menemui wanita suku Dani yang pernah menjalani ritual ini. Yosina Logo adalah salah satunya.
Jika dalam penjelasan di atas ada yang sobat kurang mengerti, silahkan tulis di kolom komentar. Semoga bermanfaat terima kasih.
0 komentar:
Post a Comment