Apakah ungkapan kesedihan yang dipertunjukkan oleh seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Menangis, barang kali itu yang paling sering kita jumpai. Bagi umumnya masyarakat pengunungan tengah dan khususnya masyarakat Wamena ungkapan kesedihan akibat kehilangan salah satu anggota keluarga tidak hanya dengan menangis saja.
Biasanya mereka akan melumuri dirinya dengan lumpur untuk jangka waktu tertentu. Namun yang membuat budaya mereka berbeda dengan budaya kebanyakan suku di daerah lain adalah memotong jari mereka.
Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh para Yakuza (kelompok orangasasi garis keras terkenal di Jepang) jika mereka telah melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau gagal dalam menjalankan misi mereka. Sebagai ungkapan penyesalannya, mereka wajib memotong salah satu jari mereka. Bagi masyarakat pengunungan tengah, pemotongan jari dilakukan apabila anggota keluarga terdekat seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak, atau adik meninggal dunia.
Pemotongan jari ini melambangkan kepedihan dan sakitnya bila kehilangan anggota keluarga yang dicintai. Ungkapan yang begitu mendalam, bahkan harus kehilangan anggota tubuh. Bagi masyarakat pegunungan tengah, keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Bagi masyarakat Baliem Jayawijaya kebersamaan dalam sebuah keluarga memiliki nilai-nilai tersendiri.
pemotongan jari itu umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Namun tidak menutup kemungkinan pemotongan jari dilakukan oleh anggota keluarga dari pihak orang tua laki-laki atau pun perempuan. Pemotongan jari tersebut dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mencegah 'terulang kembali' malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.
Seperti kisah seorang ibu asal Moni (sebuah suku di daerah Paniai), dia bercerita bahwa jari kelingkingnya digigit oleh ibunya ketika ia baru dilahirkan. Hal itu terpaksa dilakukan oleh sang ibu karena beberapa orang anak yang dilahirkan sebelumnya selalu meninggal dunia. Dengan memutuskan jari kelingking kanan anak baru saja ia lahirkan, sang ibu berharap agar kejadian yang menimpa anak-anak sebelumnya tidak terjadi pada sang bayi. Hal ini terdengar sangat eksrim, namun kenyataannya memang demikian, wanita asal Moni ini telah memberikan banyak cucu dan cicit kepada sang ibu.
Pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong jari dengan menggunakan alat tajam seperti pisau, parang, atau kapak. Cara lainnya adalah dengan mengikat jari dengan seutas tali beberapa waktu lamanya sehingga jaringan yang terikat menjadi mati kemudian dipotong.
Namun kini budaya 'potong jari' sudah ditinggalkan. sekarang jarang ditemui orang yang melakukannya beberapa dekade belakangan ini. Yang masih dapat kita jumpai saat ini adalah mereka yang pernah melakukannya tempo dulu. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh agama yang telah masuk hingga ke pelosok daerah di Papua.
Biasanya mereka akan melumuri dirinya dengan lumpur untuk jangka waktu tertentu. Namun yang membuat budaya mereka berbeda dengan budaya kebanyakan suku di daerah lain adalah memotong jari mereka.
Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh para Yakuza (kelompok orangasasi garis keras terkenal di Jepang) jika mereka telah melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau gagal dalam menjalankan misi mereka. Sebagai ungkapan penyesalannya, mereka wajib memotong salah satu jari mereka. Bagi masyarakat pengunungan tengah, pemotongan jari dilakukan apabila anggota keluarga terdekat seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak, atau adik meninggal dunia.
Pemotongan jari ini melambangkan kepedihan dan sakitnya bila kehilangan anggota keluarga yang dicintai. Ungkapan yang begitu mendalam, bahkan harus kehilangan anggota tubuh. Bagi masyarakat pegunungan tengah, keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Bagi masyarakat Baliem Jayawijaya kebersamaan dalam sebuah keluarga memiliki nilai-nilai tersendiri.
pemotongan jari itu umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Namun tidak menutup kemungkinan pemotongan jari dilakukan oleh anggota keluarga dari pihak orang tua laki-laki atau pun perempuan. Pemotongan jari tersebut dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mencegah 'terulang kembali' malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.
Seperti kisah seorang ibu asal Moni (sebuah suku di daerah Paniai), dia bercerita bahwa jari kelingkingnya digigit oleh ibunya ketika ia baru dilahirkan. Hal itu terpaksa dilakukan oleh sang ibu karena beberapa orang anak yang dilahirkan sebelumnya selalu meninggal dunia. Dengan memutuskan jari kelingking kanan anak baru saja ia lahirkan, sang ibu berharap agar kejadian yang menimpa anak-anak sebelumnya tidak terjadi pada sang bayi. Hal ini terdengar sangat eksrim, namun kenyataannya memang demikian, wanita asal Moni ini telah memberikan banyak cucu dan cicit kepada sang ibu.
Pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong jari dengan menggunakan alat tajam seperti pisau, parang, atau kapak. Cara lainnya adalah dengan mengikat jari dengan seutas tali beberapa waktu lamanya sehingga jaringan yang terikat menjadi mati kemudian dipotong.
Namun kini budaya 'potong jari' sudah ditinggalkan. sekarang jarang ditemui orang yang melakukannya beberapa dekade belakangan ini. Yang masih dapat kita jumpai saat ini adalah mereka yang pernah melakukannya tempo dulu. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh agama yang telah masuk hingga ke pelosok daerah di Papua.
0 komentar:
Post a Comment